Rabu, 19 November 2008

Makan Uang Rakyat, Hmmmm...


Sore tadi, teman sekantor (jurnalis webnews) tiba2 nyamperin...
Awal kalimat yang dia katakan, "Pernah ngerasain makan uang rakyat?"
Waduh... pertanyaan yg gawat. Aku mulai "menginterogasinya" dengan sejumlah pertanyaan. "Emang enak? Uang apaan? Untuk apa? Gimana rasanya?"
Temen itu pun mulai bercerita... (mungkin secara redaksional cerita ini tidak mirip dengan apa yg dia sampaikan. Tapi kurang lebih intinya sama).
Suatu hari (ya... beberapa hari sebelum cerita ini sy tulis), ia mendapat tugas mengikuti studi banding dengan Pemkot Surabaya. Acaranya 3 hari, tujuannya Bali! Study banding tentang pengelolaan kawasan mangrove untuk melindungi pantai dan ekosistemnya. Sebenarnya, kalau dari sisi penugasan yg akan dilakukan, tema ini bagus. mengingat di Surabaya pemberdayaan mangrove masih sangat kurang, padahal sangat dibutuhkan.
Lanjut ke study banding tadi...
Kata temen jurnalis website ini, sebelum berangkat study banding, dilakukan briefing acara dengan wartawan untuk mengatur jadwal keberangkatan dan acara di Bali. "Waktu kulihat jadwal acaranya, aku mulai curiga. Karna dari 3 hari perjalanan dg PP pesawat itu, study banding mangrove cuma 1 hari aja. Selebihnya untuk plesir aliar wisata..."
Meski sedikit curiga, temen jurnalis ini akhirnya berangkat juga. Dengan harapan ketika sampai di tempat, ia akan mendapat liputan yg menarik sekaligus wawasan tentang pengelolaan hutan mangrove.
Eh... sampai di lokasi ternyata jadwal acara persis seperti yang sudah diberitahukan sebelumnya. Selama 3 hari yang ada cuma plesir..plesir dan plesir dengan sedikit study banding. Gimana nggak sedikit? Dari 3 hari itu, study banding ke hutan mangrovenya cuma 3 jam!
Temenku ini langsung kecewa, sedih dan prihatin. ia masih menyimpan idealisme seorang jurnalis. Ia sedih karna kegiatan yg dinamakan study banding itu ternyata hanya "tipu2" karena acara itu sebenarnya bukan untuk study banding tapi untuk wisata. Padahal berapa uang rakyat yg dikeluarkan untuk acara itu?
Disana temen2 pada main2 dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Saking kesalnya bertarung dengan idealisme, temen ini pilih mabok sepanjang malam. (dia bilang, "mendem" bisa menghilangkan stress! dasar gendeng!). Bukannya mabok sendirian, dia juga ngajak2 temen2 wartawan lain bahkan staf Dinas Infokom. Weleh... weleh...
Sepanjang 3 hari itu, kata temen jurnalis ini, ia tidak membuat berita apapun. "Gimana bisa bikin berita, lha wong plesir terus..."
Dengar cerita ini, jadi ingat study banding ala anggota dewan. Sekedar tau aja, sekarang ini masa2 "menghabiskan" anggaran dari APBD 2008. Dengan kedok penyerapan anggaran, maka kegiatan bisa dibuat sefiktif mungkin. Termasuk acara wisata, bisa dimasukkan kegiatan study banding. Ngomong2 soal study banding anggota dewan... nanti ada ceritanya sendiri. Seru!
Rakyat.... bagaimana kalo anda tahu bahwa uang anda hanya dihamburkan? Begitu banyak pajak yg anda setor tapi ternyata hanya untuk plesiran... Sampai2 wartawan pun dapat jatah... Hak anda sebagai kaum yang katanya berkuasa (klo menurut teori demokrasi kan 'dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat'), ternyata anda hanya dikibuli? Orang2 yang selama ini anda percayai akan mengelola uang rakyat (kekuatan APBD Kota Surabaya sekitar 1,5 triliun rupiah, maaf... klo salah bisa dikoreksi) ternyata cuma koruptor yg sangat pandai menghabiskan uang anda.
Kasus seperti ini, bukan yang pertama dan bukan satu2nya. Bahkan saking tersistemnya, mekanisme ini berjalan baik sampai sekarang.
Inilah jika birokrasi sudah berpadu dengan fasluddin anil hayyah (sekuler, pemisahan agama dengan kehidupan). Inilah dampak dari sekulerisme itu. Batasan KKN jadi samar. Yang benar dan salah, hampir jadi tidak pasti. Inilah kapitalis dengan ide sekulernya yang membuat orang berani KKN. Wis ga wedhi Gusti Allah!
Sy ingat di masa pemerintahan Abu Bakar ra. Ketika beliau didatangi putranya di rumah, Abu Bakar bertanya sebelum putranya mengutarakan maksudnya. "Kau datang padaku untuk urusan pribadi atau urusan umat?"
"Urusan pribadi," jawab sang anak.
Abu Bakar pun segera berdiri dan mematikan lampu.
"Ayah, kenapa lampunya dimatikan?" tanya putra Abu Bakar.
Abu Bakar menjawab, "Karena lampu ini dibiayai dengan uang rakyat. sedangkan kita membicarakan urusan pribadi. Tidak sepantasnya urusan pribadi kita dibiayai dengan uang rakyat."
Subhanallah... lihatlah bagaimana seharusnya seorang pemimpin memperlakukan uang rakyat dengan baik. Tidak dihamburkan, apalagi dikorupsi. Naudzubillah!
Karena itu, Islam dengan syariahnya yg sempurna harus segera diwujudkan. Ini kalau mau berubah menuju yg lebih baik. Kecuali... masih mau bertahan dengan kebobrokan semacam ini??? Sy mah ogah! Makanya, always fight for khilafah, forever!

Tidak ada komentar: