Selasa, 21 Oktober 2008

Keuntungan Sistem Emas dan Perak

Selama emas dan perak menjadi mata uang yang beredar di seluruh dunia, tidak akan dijumpai adanya masalah yang terkait dengan mata uang ini sama sekali. Permasalahan tentang mata uang tidak pernah muncul kecuali setelah hilangnya (praktek) sistem emas dan perak di dunia. Ini karena negara-negara penjajah telah menggunakannya sebagai uslub penjajahan ekonomi dan keuangan untuk menguasai dunia. Mata uang dijadikan sebagai salah satu sarana penjajahan, dan mereka berupaya menghilangkan pilar-pilar (sistem) emas dan perak. Mereka merubah mata uang menjadi sistem lain, yaitu dengan membiarkan berlakunya sistem barter dan mata uang (kertas) biasa yang tidak disandarkan kepada emas dan perak. Para penjajah juga memainkan mata uang dunia dalam upayanya untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan mereka, merekayasa krisis-krisis mata uang, memunculkan problematika ekonomi, dan membanjiri penerbitan mata uang dengan mata uang kertas biasa, yang mengakibatkan inflasi besar-besaran terhadap mata uang dan hancurnya daya beli (nilai) mata uang. Semuanya tidak mungkin terjadi melainkan disebabkan telah lenyapnya kaedah (sistem mata uang) emas dan perak.
Kaedah emas dan perak merupakan satu-satunya (sistem mata uang) yang mampu menyelesaikan problematika mata uang, menghilangkan inflasi besar-besaran yang menimpa seluruh dunia, dan mampu mewujudkan stabilitas mata uang dan stabilitas nilai tukar, serta bisa mendorong kemajuan perdagangan internasional. Hal itu karena sistem emas dan perak memiliki keistimewaan ekonomi yang sangat banyak, di antaranya:
1. Emas dan perak adalah barang yang proses (eksplorasi dan produksinya) mengharuskan adanya penelitian, memerlukan eksplorasinya, dan karena adanya permintaan sebagai pembayaran atas barang-barang dan jasa. Membekali dunia dengan mata uang (yang benar-benar intrinsiknya berharga-peny), bukan karena belas kasihan negara-negara penjajah seperti yang terjadi dalam sistem uang kertas biasa, dimana mereka mampu mengatasinya dengan menyalurkan uang ke pasar-pasar sekehendaknya, melalui cetakan (uang) tambahan setiap kali bermaksud memperbaiki neraca keuangan dan pembayaran dengan negara-negara lain.
2. Sistem emas dan perak tidak menyebabkan dunia mengalami kelebihan (mata uang) secara tiba-tiba dengan bertambahnya peredaran mata uang, seperti yang biasa terjadi pada mata uang kertas. Ini karena mata uang (emas dan perak) bersifat tetap dan stabil, serta makin bertambah kepercayaannya.
3. Sistem emas dan perak dapat menjaga neraca keuangan dengan memperbaiki defisit neraca pembayaran internasional, dan perkara lain yang terkait tanpa campur tangan bank sentral. Seperti yang terjadi dewasa ini dengan intervensi (bank sentral) setiap kali nilai tukar tidak stabil diantara mata uang asing. Apabila (neraca) pendapatan bertambah dari barang-barang ekspor, hal ini akan meningkatkan pendapatan dari negara-negara lain berupa mata uang negara. Dan ini berarti akan meningkatkan arus masuk emas dan perak dari luar negeri. Akibatnya harga-harga di dalam negeri menjadi turun. Barang-barang produk dalam negeri menjadi lebih murah dibandingkan barang-barang impor. Pada akhirnya akan menurunkan volume barang-barang impor. Benar, negara merasa khawatir mengalami kekurangan cadangan emas dan perak jika defisit neraca pembayaran terus berlangsung. Dalam sistem uang kertas permasalahan ini ditanggulangi dengan cara mencetak uang kertas baru, setiap kali terjadi defisit neraca pembayaran. Sebab, tidak ada syarat (yang mengikat) untuk menerbitkan (uang kertas baru). Dan hal ini mengakibatkan semakin bertambah besarnya inflasi, serta menurunnya kekuatan (nilai) daya beli mata uang. Sedangkan di dalam sistem emas dan perak, negara tidak mungkin memperbanyaknya dengan menerbitkan mata uang kertas (baru), selama uang kertas (yang ada) mampu menukarnya menjadi emas dan perak dengan harga tertentu. Karena negara khawatir bahwa memperbanyak (mata uang) dengan menerbitkan (mata uang baru) akan meningkatkan permintaan akan emas, sementara negara tidak mampu menghadapi permintaan ini. Dan jika tidak (mampu dipenuhi) akan terjadi pelarian emas ke luar negeri. Hal ini berujung pada berkurangnya cadangan emas dan perak.
4. Emas sebagai satu-satunya mata uang (negara Khilafah) mengakibatkan negara-negara lain tidak dapat mengontrol mata uangnya. Hal ini membawa keistimewaan yang luar biasa pada jumlah mata uangnya. Karena mata uang di negara (Khilafah) bisa mencukupi kebutuhan pasar akan mata uang yang beredar, tanpa melihat lagi apakah jumlahnya banyak atau sedikit. Barang-barang secara keseluruhan mengambil nilai tukar dengan mata uang. Dan bertambahnya produksi barang-barang berakibat turunnya harga barang-barang tersebut. Dalam sistem mata uang kertas, fenomena ini tidak bisa meningkatkan (nilai) mata uang, malahan akan menurunkan nilai beli dari mata uang. Dan ini menyebabkan inflasi. Berdasarkan hal ini jelas bahwa sistem emas dan perak tidak menyebabkan inflasi. Berbeda dengan sistem mata uang kertas yang makin bertambah keterbatasannya.
5. Sistem emas dan perak akan memperlancar nilai tukar di antara mata uang asing dengan stabil. Karena setiap mata uang asing diukur dengan satuan tertentu dari emas dan perak. Dengan demikian dunia secara keseluruhan akan memiliki mata uang tunggal yang hakiki dari emas atau perak, walaupun mata uangnya berbeda-beda. Dunia akan menjalani perdagangan bebas, kelancaran peredaran barang dan harta di berbagai negara di seluruh dunia, kesulitan-kesulitan dengan pecahan uang dan mata uang berkurang. Hal ini mampu memajukan perdagangan internasional. Para pedagang tidak lagi khawatir dengan meluasnya perdagangan luar negeri, karena nilai tukar (mata uang) stabil.
6. Sistem emas dan perak mampu memelihara kekayaan emas dan perak setiap negara. Tidak akan terjadi pelarian emas dan perak dari suatu negeri ke negeri lainnya. Negara tidak memerlukan alat kontrol untuk menjaga (cadangan) emas dan peraknya, karena kedua jenis uang itu (emas dan perak) tidak akan berpindah kecuali untuk pembayaran (harga) barang atau upah para pekerja.
Faedah-faedah ini hanya ada pada sistem mata uang logam tunggal, baik itu emas atau perak, maupun pada sistem mata uang dua logam, emas dan perak. Selain itu sistem mata uang dua logam akan meningkatkan volume kaedah (mata uang) dua logam, sehingga menyebabkan penampakkan total mata uang menjadi lebih besar. Hal ini memungkinkan negara untuk memenuhi kebutuhan manusia terhadap mata uang dengan mudah dan leluasa, karena fleksibilitasnya yang tinggi. Demikian juga menjadikan kekuatan daya beli hanya untuk satu sistem mata uang, sehingga dapat meningkatkan harga (nilai mata uang) hingga derajat yang paling tinggi, serta stabilitasnya terjamin.
Inilah keistimewaan dan berbagai faedah dari kaedah emas dan perak, meski bukan berarti luput dari berbagai permasalahan. Seperti, adanya penimbunan yang sangat besar, adanya hambatan-hambatan perbatasan (negara), terkonsentrasinya cadangan-cadangan (emas dan perak) yang sangat besar di negara-negara besar dan di negara-negara yang kemampuan produksinya sangat tinggi, mempunyai kemampuan bersaing di dalam perdagangan internasional, memiliki keunggulan di kalangan para pakar, teknisi dan insinyurnya, dan menerapkan sistem mata uang kertas biasa sebagai pengganti sistem mata uang emas dan perak.
Kegagalan negara yang menerapkan kaidah emas dan perak dalam menye-lesaikan rintangan dan permasalahan tersebut -terutama karena masih adanya negara-negara besar dan negara-negara yang memiliki pengaruh dalam perdagangan internasional yang berjalan tidak dengan kaedah emas dan perak-, hal ini mengharuskan negara untuk menjalankan politik swasembada, mengurangi impor, dan menjalankan pertukaran barang yang diimpornya dengan barang yang ada (di dalam negeri), bukan (membayarnya) dengan emas maupun perak. Melakukan penjualan barang (ekspor) yang ada (ditukar/dibayar) dengan barang yang negara perlukan, atau dengan emas dan perak, atau mata uang yang dibutuhkan negara untuk (membayar) impor barang yang diperlukannya, baik berupa barang maupun jasa.
Lebih dari itu, negara menjalankan kaedah (sistem mata Uang) dua logam –emas dan perak- akan menghindarkan penetapan nilai tukar yang fixed antara satuan (mata uang) emas dan satuan (mata uang) perak. Negara akan membiarkan nilai tukar mengikuti pergerakan harga. Sebab, penetapan nilai tukar secara fixed antara dua mata uang ini –yaitu emas dan perak- akan diikuti dengan munculnya mata uang gelap (pasar gelap) yang mengakibatkan naiknya nilai mata uang tersebut di pasar dibandingkan dengan nilai mata uang tersebut yang (ditetapkan oleh) undang-undang di dalam peredaran. Akibatnya satuan mata uang itu (nilainya) akan jatuh (murah). Mata uang yang (nilainya) murah akan tersingkir oleh mata uang yang kuat di dalam peredaran.
Sumber :kitab al amwal fiddaulatil khilafah (الأموال في دَوْلة الخلافة) ; Syekh Abdul Qadim Zallum (amir ke-2 Hizbut Tahrir)

Rabu, 15 Oktober 2008

Melawan Kapitalisasi BBM

Oleh Tri Martha Herawati

Pemerintah berani mengambil keputusan yang sangat tidak populis bagi rakyat dengan menaikkan harga BBM. Mengacu pada kenaikan harga BBM tahun 2005 dengan kenaikan 50% pada Maret dan 100% pada Oktober berimbas meningkatnya angka kemiskinan 4 juta jiwa lebih, dari 35 juta penduduk miskin sebelumnya. Belum lagi imbas ke dunia usaha, kenaikan harga BBM akan memukul kelompok usaha kecil dengan mengurangi produksi dan efisiensi tenaga kerja. Akibatnya PHK karyawan akan semakin marak dan menambah jumlah pengangguran menjadi 10,55 juta orang. Gejolak harga tidak akan bisa dihindari, imbasnya daya beli masyarakat akan menurun karena semakin minimnya pendapatan.

Menaikkan harga BBM dan mengambil resiko memperpanjang penderitaan rakyat, seharusnya bukan menjadi pilihan pemerintah. Bukankan tugas pemerintah adalah mengelola urusan umat untuk kemakmuran yang merata dan menyeluruh? Untuk apa ada pemerintah jika hanya menciptakan kesengsaraan baru bagi rakyat? Kenaikan harga BBM yang terus terjadi diantaranya dipicu keberadaan Undang-undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 yang meliberalisasi seluruh kegiatan usaha migas dari sektor hulu sampai ke hilir. Karena itu sejak pemberlakuan Undang-undang Migas banyak korporasi asing yang menguasai sektor hulu dan sekarang merambah sektor hilir.

Undang-undang migas telah mengebiri kekuasaan negara untuk mengelola sumber daya alam minyak dan gas. Peran negara dipangkas sedemikian rupa sehingga hanya menjadi regulator. Meski secara formal negara masih diakui sebagai penguasa migas tapi sekedar sebagai pemegang kuasa pertambangan. Dengan kuasa pertambangan, pemerintah menyelenggarakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi dengan membentuk Badan Pelaksana. Badan pelaksana ini hanya berfungsi melakukan pengawasan pada kegiatan usaha di hulu sementara pelaksana langsung dari kegiatan usaha hulu ini adalah Badan Usaha atau Badan Usaha Tetap yang didasarkan kontrak kerjasama dengan Badan Pelaksana. Ketentuan ini jelas aneh karena negara tidak menyelenggarakan eksplorasi dan eksploitasi dan ’dipaksa’ menyerahkan pada pihak lain yaitu BUMN dan BUMD. Tapi kedua badan usaha ini hanya berlaku sebagai pelaku usaha yang kedudukannya sejajar dengan swasta dan korporasi asing. Disamping itu pemerintah tidak lagi mempunyai kewenangan untuk menentukan harga BBM karena semua diserahkan pada mekanisme pasar. Pemerintah juga tidak boleh memberi subsidi. Sehingga pilihannya adalah menghapus subsidi harga BBM dari pasaran. Dampak dari semua itu adalah korporasi asing masuk dan merajai migas di sektor hulu. Sebutlah Chevron Pacific Indonesia, TOTAL, Exspan, Conocophilips, Petrocina, Vico, Exxon Mobile dan korporasi asing lainnya yang menguasai 90% produksi minyak bumi Indonesia. Pertamina sendiri hanya memproduksi 48.400 barel per hari atasu 4,42% dari total produksi 1.094.500 barel per hari.

Sebenarnya menaikkan harga BBM bukanlah langkah akhir untuk ’menyelamatkan’ keuangan negara karena melambungnya harga minyak dunia yang nyaris menembus US$ 120 per barel. Masih ada cara lain yang bisa ditempuh, selain mengambil jalan pintas dengan menaikkan harga BBM. Pertama, mengubah undang-undang migas yang mengebiri kedaulatan negara dalam penguasaan migas dan justru berpihak pada korporasi asing untuk menguasai migas Indonesia. Semua jenis tambang harus dikuasasi dan dikelola oleh negara. Jika APBN tidak mampu untuk membiayai eksplorasi dan ekploitasi migas negara bisa mendorong diantara penduduk Indonesia yang mampu untuk berpartisipasi dengan sistem pinjaman cuma-cuma. Peluang korporasi asing masuk untuk berinvestasi harus dipastikan tidak akan mengancam kepentingan negara dalam hal ini merugikan rakyat. Kedua, negara harus mempunyai misi melayani kebutuhan rakyat bukan bisnis atau dagang. Karena itu pemerintah seharusnya tidak pernah berpikir mencari untung dari penjualan minyak domestik. Ketiga, untuk mengatasi pembengkakan APBN dengan menghemat belanja negara. Sebenarnya ini sudah dilakukan pemerintah yakni dengan memotong anggaran untuk kementrian dan lembaga sebagai kompensasi kenaikan subsidi BBM. Penghematan seperti itu harusnya dilakukan juga oleh semua propinsi dan kabupaten/kota. Keempat, memanfaatkan dana APBD yang mengendap di Bank Indonesia dalam bentuk SBI yang bunganya jelas membebani pemerintah sendiri. Terhitung tahun 2007 saja dana APBD yang mengendap mencapai 146 triliun rupiah. Selain itu APBD juga banyak surplus yang cukup besar. Hal ini bisa dimanfaatkan untuk mengurangi beban APBN. Kelima, pemerintah harus menangguhkan pembayaran cicilan utang luar negeri. Tahun 2008 ini saja tercatat pembayaran utang plus bunga mencapai Rp 151, 2 triliun. Keenam, pemerintah harus berani memotong rantai broker dalam ekspor dan impor minyak yang dilakukan pertamina.

Berangkat dari berbagai persoalan tentang migas ini, akar masalahnya adalah karena penerapan sistem kapitalis global dalam pengelolaan migas maupun sistem ekonomi dan sosial. Penerapan kapitalisme global ini telah menghisap habis kekayaan alam Indonesia melalui beragam undang-undang yang merugikan negara dan lebih berpihak pada kepentingan pemilik modal. Karena itu harus diambil langkah berani untuk melepaskan diri dari jerat kapitalis global dan memberlakukan sebuah sistem yang baik, yang bersumber pada syariah Islam.

Ancaman Liberalisasi Listrik

Oleh Tri Martha Herawati

Krisis listrik kian merata se Jawa dan Bali. Dampaknya sangat nyata, bukan hanya berpengaruh pada aktivitas rumah tangga tapi lebih jauh telah mempengaruhi kegiatan industri. Bahkan lima menteri sepakat mengeluarkan Surat Keputusan Bersama tentang Pengoptimalan Beban Listrik melalui Pengalihan Waktu Kerja pada Sektor Industri. Menurut wakil presiden, pengaturan SKB 5 menteri itu bisa menghemat 500-600 MW. Bahkan tahun depan mulai Maret, Juni, Juli hingga Desember akan masuk 2.000 MW daya listrik menambah pasokan daya listrik bagi PT PLN. ”Kalau kita bisa menghemat 600 MW, total kita punya tambahan 2.600 MW atau sekitar 15 persen. Jika proyek 10.000 MW selesai, maka berarti kita punya cadangan 25 persen,” kata Wapres (kompas.com 14/7/2008).
Penghematan listrik yang dicanangkan pemerintah berbanding terbalik dengan produktivitas sektor industri. Sejak dilakukan pemadaman bergiliran, sektor industri mulai menghitung beban kerugian yang harus ditanggung. Berdasarkan perhitungan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat, kerugian akibat pemadaman listrik mencapai Rp 15 miliar (tempointeraktif.com 2/6/2008). Bahkan Kantor Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Barat memperkirakan kerugian industri akibat pemadaman listrik mencapai 30 miliar per hari (suarapembaharuan.com 11/7/2008). Humas PT PLN Wilayah DKI Jakarta dan Tangerang, Azwar Lubis mengatakan besar kemungkinan pemadaman bergilir ini akan berlangsung hingga 2010 sampai pembangkit listrik Rembang dan Indramayu diaktifkan (Metrotvnews.com 8/7/2008).
Krisis listrik dipicu misinvestasi yang terjadi di tubuh PLN. Banyak jaringan dan alat-alat yang sudah tua karena minimnya investasi. Akibatnya dipilih pemadaman bergiliran yang merugikan masyarakat. Saat ini, PLN bukan lagi pemain tunggal dalam kelistrikan. Liberalisasi sektor listrik mengancam di depan mata, kalau krisis ini tak kunjung reda, atau memang sengaja dikondisikan demikian. Sebenarnya akar masalah kelistrikan di negeri ini terletak pada investasi ala kapitalis, selain persoalan korupsi yang telah tersistem dan kurangnya efisiensi dalam pengelolaan.
Menuju era pasar bebas 2010, PLN akan terseret pada pengeloaan ekonomi yang sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar. Inilah ajaran inti dari ekonomi kapitalis. Layaknya perusaan milik negara lainnya, PLN pun terancam diprivatisasi dan menjadi milik swasta asing. Paradigma sistem ekonomi kapitalis nampaknya harus diubah. Karena setiap kekayaan sumber daya energi tidak bisa dimiliki perseorangan atau suatu perusahaan tertentu. Status kepemilikan sumber daya energi harusnya mengacu pada kepemilikan umum yang menetapkan negara sebagai wakil rakyat untuk melakukan pengelolaan, mengatur produksi dan mendistribusikannya untuk kepentingan rakyat. Negara bukan pemilik yang berwenang penuh memperjualbelikan kepemilikan umum atas sumber daya energi dengan alasan investasi. Dalam konteks rakyat menguasai sumber daya energi, negara tidak selayaknya memperlakukan seperti jual beli pada pemilik sumber daya energi. Ini logika yang salah, tapi lazim digunakan sistem kapitalis untuk kepentingan para pemilik modal. Tidak selayaknya sumber daya energi listrik menjadi komoditas jual beli antara negara dengan rakyat. Karena menjadi kewajiban negara untuk mengelolanya dan hasilnya diberikan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Memberi peluang investasi pada pemodal asing sehingga mampu menguasai sumber energi listrik dapat dikatagorikan sebagai pengabaian amanah yang diberikan rakyat kepada negara dalam mengelola sumber energi. Bahkan penguasa telah melakukan kedzaliman. Memang tidak bisa dipungkiri, kesalahan tidak sepenuhnya terjadi pada PLN selaku pengelola listrik. Tapi neo-liberalisme dan kapitalisme global yang sampai saat ini diterapkan oleh pemerintah Indonesia inilah yang membuat krisis energi semakin berlarut-larut. Belum tuntas masalah BBM, krisis listrik mendera, setelah itu entah apalagi.

Solusi Islam atas krisis listrik

Dalam pandangan Islam, sumberdaya energi termasuk listrik merupakan kepemilikan umum. Hal ini didasarkan pada hadis Rasulullah saw.:

Kaum Muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, padang rumput dan api. (HR Abu Dawud, Ahmad dan Ibnu Majah).

Kepemilikan umum dari hadis tersebut diartikan sebagai jumlah yang besar (yakni seperti air yang mengalir). Dalam hal ini, Rasulullah saw. bersabda:

Ia datang kepada Rasulullah saw. meminta (tambang) garam. Beliau lalu memberikannya. Setelah ia pergi ada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau, “Wahai Rasulullah, tahukah apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir.” Lalu ia berkata: Kemudian Rasulullah saw. pun menarik kembali tambang itu darinya.” (HR Abu Dawud).
Berdasarkan kedua hadis tersebut, sumberdaya energi termasuk dalam kepemilikan umum. Hal ini karena ada dua aspek yang melatarbelakangi, yaitu termasuk dalam kata api serta tersedia dalam jumlah besar. Karena sumberdaya energi termasuk dalam kepemilikan umum. Itu sebabnya sumberdaya energi menjadi industri milik umum. Dalam Islam, kepemilikan industri meliputi kepemilikan modal, alat produksi, bahan baku, pengelolaan, dan hasil produksi. Dalam konsep Islam, pemilik dari industri adalah rakyat. Negara menjadi wakil rakyat dalam kepemilikan industri milik umum. Karena itu negara sebagai wakil umat harus memiliki modal, alat produksi, bahan baku, dan hasil produksi. Dengan demikian, industri yang bergerak di sektor kepemilikan umum harus berupa BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Adapun keterlibatan swasta dalam kepemilikan industri milik umum tidak dibenarkan. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW : ”Tidak ada penguasaan (atas harta milik umum) kecuali bagi Allah dan Rasul-Nya”. (HR Abu Dawud).
Pertanyaan yang muncul kemudian, sanggupkah negara memikul semua beban keuangan bagi pendanaan industri milik umum. Hal ini sangat mungkin dilakukan asal paradigma pengelolaan sumber energi berubah dari sistem kapitalis menggunakan sistem Islam. Dalam pengelolaan sumber energi, negara menerima secara penuh semua penghasilan dari industri-industri tersebut, bukan lagi berbagi keuntungan. Jumlah ini tentunya sangat besar bahkan berlebih, sehingga bisa digunakan untuk mendanai berbagai kepentingan lainnya seperti pendidikan, pelayanan kesehatan dan pembangunan sarana serta prasarana umum.

Demokrasi : Mahal dan Kufur

Oleh Tri Martha Herawati


Tak henti-hentinya pesta demokrasi berlangsung di Indonesia. Sepanjang tahun di negeri ini berlangsung pemilihan kepala desa, bupati, walikota, gubernur, sampai presiden, juga anggota legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari tingkat kabupaten, kota, propinsi dan pusat, termasuk anggota Dewan Perwakilan Daerah. Untuk melangsungkan sebuah pesta demokrasi, membutuhkan biaya yang tidak sedikit, bahkan anggaran pembangunan dan belanja nasional maunpun daerah harus terkuras untuk membiayai pesta ini.

Menurut data yang dikeluarkan KPU, biaya pemilihan umum 2009 diperkirakan menghabiskan dana sebesar Rp 48 trilyun. Untuk Pilkada kisaran biayanya juga fantastis, tengok saja biaya Pilkada DKI tahun lalu, sebesar 124 milyar. Di Jawa Timur lebih fantastis lagi, karena terjadi dalam dua putaran anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 800 milyar lebih. Menurut hasil penelusuran Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), pilkada di seluruh Indonesia telah berlangsung sebanyak 350 pilkada. Jika kita asumsikan biaya Pilkada yang dikeluarkan untuk masing-masing daerah sebesar 70 Milyar, maka total dana pelaksanaan demokrasi ini telah menelan biaya hampir 25 Trilyun.

Biaya pemilu ini belum termasuk biaya yang harus dikeluarkan setiap calon kepala daerah, calon presiden maupun calon anggota legislative untuk partai. Seorang calon anggota legislatif ‘diwajibkan’ membayar Rp 200-300 juta untuk “kursi jadi”, nomor urut satu dan dua. Sedangkan untuk calon anggota DPR harus menyerahkan setoran uang Rp 400 juta. Setiap caleg juga diharuskan membayar biaya administrasi Rp 16 juta untuk pengganti biaya administrasi (kabarindonesia.com,7/10/2008). Belum lagi biaya kampanye. Untuk iklan di televisi misalnya jika rata-rata biaya beriklan secara excessive di sebuah stasiun TV per harinya adalah Rp 500 juta, maka per bulan adalah Rp 15 milyar. Sutrisno Bachir dan Rizal Malarangeng adalah contoh dua calon yang beriklan di TV secara excessive. Itu hanya untuk satu stasiun TV saja. Silahkan kalikan dengan 10 stasiun TV, misalnya. Angka ini hanya untuk di media TV, belum termasuk media lain seperti, radio, internet, bioskop, baliho, spanduk, bendera, kalender, brosur, kaos, dan material kampanye lainnya.

Jumlah biaya demokrasi itu tidak sebanding dengan biaya kesejahteraan rakyat yang dialokasikan dalam APBN. Susilo Bambang Yudoyono Presiden RI pernah membandingkan biaya demokrasi dengan anggaran untuk pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan dalam APBN. Biaya dialokasikan di APBN untuk pengurangan kemiskinan di seluruh negeri, tahun 2004 sebesar Rp 17 trilyun, tahun 2005 naik Rp 24 trilyun, 2006 Rp 41 trilyun, dan tahun 2007 Rp 57 trilyun.

Dengan biaya pesta demokrasi yang sangat besar itu, benarkah mampu melahirkan pemimpin yang berkualitas dan mampu mensejahterakan rakyat? Nampaknya kita masih harus menerima kenyataan, dari biaya demokrasi yang sangat mahal itu, tidak menjamin akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas. Pemimpin yang dihasilkan dari proses demokrasi itu ternyata justru menguras uang rakyat dengan melakukan tindak pidana korupsi. Hal ini dilakukan karena para pemimpin ini sebelum menduduki kursinya sudah mengeluarkan ’biaya investasi’ yang cukup besar. Ketika mereka menduduki kursi yang diinginkan, maka saatnya investasi yang ditanam kini dituai dari dana APBN maupun APBD.

Said Amin, peneliti program The World Bank untuk kasus penanganan korupsi pemerintah tingkat lokal mengatakan, sampai Mei 2007 lalu, 967 anggota DPRD dan 61 kepala daerah terlibat tindak pidana korupsi. Para anggota DPRD dan kepala daerah dalam proses hukumnya kini ada yang masih tersangka, terdakwa dan ada pula telah divonis bersalah sebagai terpidana. Saat ini tercatat 159 kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah terjadi di Indonesia, jumlah kerugian negara yang diakibatkan kasus korupsi itu mencapai Rp 3 triliun (kapanlagi.com, 31/5/2007).

Demokrasi bukan hanya menguras uang rakyat dengan membutuhkan biaya yang mahal tapi juga menghasilkan sistem yang rusak. Abdul Qodim Zallum dalam bukunya Demokrasi Sistem Kufur menyatakan, ada empat kebebasan yang dilahirkan oleh demokrasi yang berdampak pada kerusakan:

1. Kebebasan Beragama (freedom of religion)

Konsep kebebasan beragama, justru merendahkan derajat manusia dalam hubungannya dengan Tuhan. Kebebasan beragama berarti seseorang berhak meyakini suatu aqidah yang dikehendakinya atau memeluk agama yang disenanginya. Dia berhak meninggalkan aqidah yang diyakininya dan berpindah pada aqidah baru, agama baru atau kepercayaan non agama seperti animisme dan dinamisme. Dia juga berhak berpindah agama sebebas-bebasnya tanpa ada tekanan dan paksaan.

Dampak dari kebebasan beragama, justru memunculkan aliran-aliran sesat dan nabi-nabi palsu. Di Amerika, negara pengemban demokrasi banyak lahir ajaran agama selain Kristen. Sebut aja ada Klu Klux Klan, sekte Charles Manson terkenal di tahun 60-an karena melakukan pembunuhan terhadap sejumlah wanita termasuk seorang aktris terkenal. Ada juga sekte Temple’s People yang dipimpin pendeta Jim Jones. Muncul juga nabi bernama David Koresh yang kemudian melakukan baku tembak dengan polisi federal AS (FBI), dan terakhir adalah sekte Gerbang Surga yang melakukan aksi bunuh diri massal di tahun 1997.

Agama-agama baru itu lahir dengan restu demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Selama demokrasi dan HAM masih dipuja-puja, maka di masa mendatang akan terus berdatangan agama-agama baru dan nabi-nabi palsu. Kedatangan mereka bahkan akan dilindungi negara atas nama hak asasi manusia. Kalau nabi palsu dihujat karena membawa aliran sesat, seharusnya demokrasi dan HAM juga dihujat karena justru melindungi aliran-aliran sesat.

Padahal Allah SWT telah menegaskan dalam surat Al Maidah ayat 3 :

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Kucukupkan kepada kalian nikmatKu, dan telah Kuridlai Islam itu menjadi agama bagi kalian.”

Dalam HR Muslim dan Ashhabus Sunan, Rasulullah SAW bersabda :

“Barang siapa mengganti agamanya (Islam) maka jatuhkanlah hukuman mati atasnya.”

Sehingga upaya-upaya untuk melanggengkan sistem demokrasi yang menjamin kebebasan beragama sangat bertentangan dengan aturan syara’. Karena Allah SWT hanya mencukupkan Islam sebagai agama yang terbaik.

2. Kebebasan Berpendapat (freedom of speech)

Kebebasan berpendapat melahirkan pendapat-pendapat yang tidak mendasarkan pada standar halal haram. Pendapat yang liberal dan justru menjauhkan dari syariah dibebaskan. Tapi sebaliknya, pendapat-pendapat yang mengajak umat untuk kembali pada hukum-hukum Allah dan menegakkan kekhilafahan Islam, justru diberangus. Kebebasan berpendapat hanya diberikan untuk dukungan pada kebebasan itu sendiri tanpa aturan.

Bahkan atas nama kebebasan berpendapat, koran Nerikes Allehanda, Swedia, pada 18 Agustus 2007 lalu memuat kartun Nabi Muhammad dengan kepala manusia berserban dan tubuh seekor anjing. Masih atas nama kebebasan berpendapat, George Walker Bush mengajak pemimpin muslim untuk memerangi kembalinya syariah dan khilafah. ”We should open new chapter in the fight againts enemies of freedom, againts who in the beginning of XXI century call muslims to restore caliphate and to spread sharia”(kita harus membuka bab baru perang melawn musuh kebebasan, melawan orang-orang yang di awal abad ke 21 menyerukan kaummuslim untuk mengembalikan khilafah dan menyebarluaskan syariah) (www.demaz.org)

Dalam Islam, kekebasan berpendapat tidaklah mutlak, tapi didasarkan aturan syara’. Seperti ditegaskan Allah SWT dalam surat Al Ahzab 36 :

“Dan tidaklah patut bagi laki0laki yang mukmin, Apabila Allah dan rasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.”

Di ayat yang lain Allah memperingatkan dalam surat An Nisa 59 :

“Kemudian jika kalian (rakyat dan penguasa) berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan RasulNya, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.”

3. Kebebasan Kepemilikan (freedom of ownership)

Ide kebebasan atas kepemilikan melahirkan para kapitalis. Kapitalisme juga melahirkan koruptor-koruptor yang menghalalkan segala cara untuk mengejar materi duniawi. Siapa memiliki modal, bisa berkuasa atas sesuatu termasuk sumber daya alam yang sebenarnya menjadi hajat hidup orang banyak. Misalnya, atas nama kebebasan kepemilikan, hak pengelolaan hutan, air, minyak, dan kekayaan alam lainnya diserahkan pada pihak-pihak tertentu. Karenanya rakyat tidak mendapat porsi yang seharusnya, tapi hanya menjadi penonton segelintir orang yang mengeruk kekayaan alam.

Ironisnya pemerintah justru memfasilitasi kebebasan kepemilikan ini dengan sejumlah aturan yang menjamin kebebasan kepemilikan atas sumber daya alam. Misalnya dengan menetapkan UU Penanaman Modal Asing, UU Sumber Daya Alam, dan lain-lain.

Atas nama kebebasan kepemilikan, negara-negara kapitalis berebut menguasai sumber daya alam negara lain. Akibatnya, rakyat menjadi korban krisis bahkan pertumpahan darah tak bisa dihindari. Seperti yang terjadi di negara-negara Timur Tengah, Amerika Latin, Afrika, Asia, termasuk Indonesia.

Ajaran Islam sangat bertolak belakang dengan kebebasan kepemilikan. Islam memerangi ide penjajahan dan perampokan kekayaan bangsa-bangsa lain di dunia. Islam telah menetapkan sebab-sebab kepemilikan harta, pengembangannya dan cara-cara pengelolaannya. Islam tidak memberikan kebebasan pada individu untuk sebebas-bebasnya mengelola harta yang dikehendakinya. Islam mengikat dengan hukum syara’ misalnya larangan memiliki harta dengan cara-cara yang batil. Harta yang diperoleh dengan cara batil, pada pelakunya akan dikenai sanksi.

4. Kebebasan Berperilaku (personal freedom)

Kebebasan berperilaku sebenarnya telah merendahkan martabat umat. Ide ini telah menyeret orang pada perilaku yang serba boleh. Misalnya berjemur sambil menunggu matahari terbit tanpa berpakaian. Perilaku seksual yang menyimpang suka sesama jenis, pemuasan seksual pada anak-anak ataupun pada binatang. Dampak kebebasan perilaku, kasus perzinahan semakin merajalela, demikian pula aborsi, narkoba dan angka penderita HIV AIDS yang tidak pernah menurun karena bebas berperilaku.

Dalam sistem demokrasi, institusi keluarga telah dihancurkan. Rasa kasih sayang telah dicabut dari para anggota keluarga. Karena itu, menjadi pemandangan biasa di negara-negara barat, kehidupan single parent atau orang yang tinggal sendiri dan hanya ditemani binatang kesayangan.

Hukum Islam sangat bertentangan dengan kebebasan bertingkah laku. Tidak ada kebebasan bertingkah laku di dalam Islam. Setiap muslim wajib terikat dengan perintah dan larangan Allah SWT. Jika seorang muslim melanggar perintah syara’ maka ia telah berdosa dan akan dijatuhi hukuman yang sangat keras.

Islam memerintahkan setiap muslim berakhlaq mulia dan terpuji. Menjadikan masyarakat sebagai masyarakat Islam yang bersih dan sangat memelihara kehormatannya serta penuh dengan nilai-nilai kemuliaan.

Demikianlah demokrasi menghancurkan umat dengan kebebasan yang diagungkan. Ketika manusia membiarkan dirinya tanpa aturan, maka yang terjadi adalah kesengsaraan, kenistaan, dan kebodohan. Lalu mengapa demokrasi masih dibanggakan?

Haram Mengadopsi Sistem Kufur Demokrasi

Seluruh perbuatan manusia dan seluruh benda-benda yang digunakannya dan atau berhubungan dengan perbuatan manusia, hukum asalnya adalah mengikuti Rasulullah SAW dan terikat dengan hukum-hukum risalahNya. Allah berfirman dalam surat Al Hasyr ayat 7 :

”Apa yang diberikan/diperintahkan Rasul kepadamu maka terimalah/laksanakanlah dia, dan apa yang dilarang bagimu maka tinggalkanlah.”

”Maka demi TuhanMu, mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim/pemutus terhadap perkara yang mereka perselisihkan.”(QS An Nisaa’ 65)

”Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah.”

”Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul(Nya).

Sabda Rasulullah SAW :

”Siapa saja yang melaksanakan perbuatan yang tak ada perintah kami atasnya, maka parbuatan itu tertolak.” (HR Muslim). Dalam hadis lain Rasulullah bersabda, ”Siapa saja yang mengada-adakan urusan (agama) kami ini, sesuatu yang berasal darinya, maka hal itu tertolak.”

Dalil-dalil ini menunjukkan wajib hukumnya mengikuti syara’ dan terikat dengannya. Dengan demikian, seorang muslim tidak boleh melakukan atau meninggalkan perbuatan kecuali setelah mengetahui hukum Allah untuk perbuatan itu. Apakah hukumnya wajib, sunnah, mubah, makruh atau haram. Allah juga melarang kaum muslimin mengambil hukum selain hukum dari syariat Islam. Allah berfirman: ”Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada toghut (hukum dan undang-undang kufur), padahal mereka telah diperintahkan mengingkari toghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS An Nisaa 60).

Berdasarkan penjelasan nash dan hadis maka kaum muslimin dilarang mengambil peradapan/kultur Barat, dengan segala aturan dan undang-undangnya. Sebab peradapan tersebut bertentangan dengan peradaban Islam. Kecuali peraturan dan perundang-undangan yang administratif yang bersifat mubah dan boleh diambil. Sebagaimana Umar Bin Khatab telah mengambil peraturan administrasi perkantoran dari Persia dan Romawi.

Hal ini karena peradaban Barat itu memisahkan agama dengan kehidupan dan memisahkan agama dari negara. Peradaban Barat dibangun atas asas manfaat dan menjadikannya sebagai tolok ukur perbuatan. Sedangkan peradaban Islam didasarkan pada Aqidah Islamiyah yang mewajibkan pelaksanaannya dalam kehidupan bernegara berdasarkan perintah dan larangan Allah, yakni hukum-hukum syara’. Peradaban Islam berdiri atas landasan spiritual yakni iman kepada Allah dan menjadikan prinsip halal haram sebagai tolok ukur seluruh perbuatan manusia berdasarkan perintah dan larangan Allah.

Peradaban Barat menganggap kebahagiaan adalah yang memberikan kenikmatan jasmani yang sebesar-besarnya kepada manusia dan segala sarana untuk memperolehnya. Sementara peradaban Islam menganggap kebahagiaan adalah teraihnya ridla Allah SWT, yang mengatur pemenuhan naluri dan jasmani manusia berdasarkan hukum syara’.

Atas dasar itulah, kaum muslimin tidak boleh mengambil sistem demokrasi, sistem ekonomi kapitalisme, sistem kebebasan individu yang ada di negeri-negeri Barat. Karena itu kaum muslimin tidak boleh mengambil konstitusi dan undang-undang demokrasi, sistem pemerintahan kerajaan dan republik, bank-bank riba, sistem bursa dan pasar uang internasional. Kaum muslimin tidak boleh mengambil semua hukum dan peraturan ini karena semuanya merupakan peraturan dan undang-undang kufur yang sangat bertentangan dengan hukum dan peraturan Islam.

Syariah untuk Kepentingan Rakyat

Mengutip tulisan Budi Mulyana, dosen FISIP UNIKOM Bandung, syariah Islam berbeda dengan demokrasi. Dalam tataran individu, syariah Islam mendidik individu agar bertakwa. Keinginan untuk melakukan pelanggaran syariah akan diminimalkan dengan nilai-nilai ketakwaan yang ditanamkan. Pribadi-pribadi yang salih akan terbentuk dengan keimanan bahwa hidup tidak hanya di dunia, tetapi ada pertanggungjawaban di akhirat yang akan menghisab apa yang dilakukan di dunia.

Dalam tataran sistem, Islam sebagai risalah ilahi yang sempurna akan menjamin kemaslahatan (rahmat) bagi semua pihak, bahkan bagi seluruh alam. Dalam konteks kesejahteraaan, Islam membagi bumi Allah dengan kepemilikan individu, masyarakat dan negara dengan tepat sesuai dengan realitas faktanya. Dengan begitu, kebutuhan pribadi dapat dijamin; keinginan untuk menikmati kebahagiaan duniawi juga tetap bisa dilakukan; penyelenggaraan kehidupan masyarakat yang menjamin hajat hidup orang banyak pun dapat dipastikan dijamin oleh negara.

Islam memberikan jaminan kesejahteraan umum, pendidikan, kesehatan, dan keamanan gratis bagi semua warga Negara Islam. Islam memerintahkan negara untuk menjamin kebutuhan kolektif masyarakat (tanpa membedakan kaya maupun miskin). Masyarakat dipelihara oleh negara hingga menjadi masyarakat yang cerdas, sehat, kuat dan aman. Pendidikan secara umum diwujudkan untuk membentuk pribadi-pribadi yang memiliki jiwa yang tunduk pada perintah dan larangan Allah Swt., memiliki kecerdasan dan kemampuan berpikir memecahkan segala persoalan dengan landasan berpikir Islami, serta memiliki keterampilan dan keahlian untuk bekal hidup di masyarakat. Semua diberi kesempatan untuk itu dengan menggratiskan pendidikan dan memperluas fasilitas pendidikan, baik sekolah universitas, masjid, perpustakaan umum, bahkan laboratorium umum. Rasulullah saw. menerima tebusan tawanan Perang Badar dengan jasa mereka mengajarkan baca tulis anak-anak kaum Muslimin di Madinah. Rasul juga pernah mendapatkan hadiah dokter dari Muqauqis, Raja Qibti Mesir, lalu oleh Beliau dokter itu dijadikan dokter umum yang melayani pengobatan masyarakat secara gratis (Abdurrahman al-Baghdadi, Sistem Pendidikan di Masa Khilafah; Abdul Aziz al-Badri, Hidup Sejahtera di Bawah Naungan Islam).

Dengan jaminan tersebut, pendidikan, kesehatan dan keamanan sudah dapat dipastikan dijamin oleh negara dengan alokasi pendanaan yang jelas, tanpa perlu lagi persetujuan wakil rakyat yang sarat dengan berbagai kepentingan, baik individu, partai juga para pemilik modal yang haus terhadap harta milik masyarakat.

Jelaslah, syariah Islam adalah jawaban atas krisis dan kebuntuan yang terjadi selama ini. Jika kita ingin mengambil jalan keluar maka kita mesti tunduk dan takut kepada Allah Swt. serta bersungguh-sungguh kembali pada pelaksanaan syariah-Nya. Insya Allah, jalan keluar dan berkah Allah akan segera terbuka. Allah Swt. berfirman: ”Siapa saja yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar” (QS at-Thalaq [65]: 3).

Allah Swt. juga berfirman: ”Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu. Karena itulah, Kami menyiksa mereka karena perbuatan mereka itu” (QS al-A’raf [7]: 96).

Alangkah ruginya negara ini, jika biaya besar yang telah dikorbankan untuk membiayai hajatan pesta demokrasi ternyata tidak menjamin kualitas pemimpin yang tebaik. Maka kegiatan ini hanya sia-sia belaka. Demokrasi jelas-jelas telah menyita pengorbanan rakyat sementara rakyat tidak memperoleh kesejahteraan tapi justru menuai kemiskinan. Sebaliknya, syariah Islam telah menjamin kesejahteraan rakyat. Penjaminnya adalah Allah SWT. Syariah Islam hanya bisa diterapkan dengan sistem khilafah.

Selasa, 14 Oktober 2008

Wall Street Meleleh Keuangan Amerika Sekarat Dunia Tertipu


Salah satu tumbal dari sistem ekonomi pasar bebas diputaran kedua krisis keuangan AS adalah Raksasa investasi Amerika Serikat Lehman Brothers setelah mengumumkan kebangkrutannya dengan kerugian sekitar US$ 3,9 miliar dalam laporan fiskal kuartal ketiganya. Hal tsb terjadi di saat Federal Reserve dan bank global utama melakukan langkah untuk menopang pasar keuangan yang digoncang krisis perumahan dan hipotek (sub-prime mortgage). Lehman Brothers menyatakan pailit guna melindungi aset dan memaksimalkan nilai perusahaan di bursa-bursa Asia termasuk Indonesia. Kemudian diikuti Timur Tengah, Rusia, dan Eropa sebelum mengguncang pasar-pasar Amerika Utara dan Selatan.

Kebangkrutan Lehman Brothers menimbulkan gelombang besar melalui pasar-pasar keuangan dunia karena ia merupakan korban terbesar krisis kredit yang dimulai pada Agustus 2007 yang telah diprediksi oleh ekonom Global Insight, Howard Archer.

Pemilik surat utang Subprime Mortgage bukan hanya perbankan di Amerika Serikat, tapi juga perbankan di Australia, Cina, India, Taiwan, dan negara-negara lainnya. Dampaknya, harga saham perbankan di seluruh dunia jatuh. Hal ini pun menyulut kekhawatiran para pelaku pasar (spekulan), karena bermasalahnya bank akan berdampak pada melemahnya kegiatan perekonomian.

Pada waktu yang sama, dolar turun tajam terhadap euro berada pada 1,4168 dolar AS. Sementara itu, harga minyak merosot ke posisi terendah dalam tujuh bulan terakhir hingga di bawah 93 dolar AS dikarenakan kekhawatiran krisis akan memperlambat pertumbuhan dan menahan permintaan energi. Selain itu, segalanya terdorong ke samping karena pasar saham berupaya memperhitungkan apakah yang akan diperbuat pasar saham dan ekonomi menyusul penjualan Merrill Lynch dan kebangkrutan Lehman.

Efek domino yang di hkawatirkan oleh para ekonom itupun akhirnya terjadi juga. Krisis keuangan AS telah memasuki lingkaran setan yang berpotensi menjadi Great Depression jilid II. Bola salju krisis keuangan ekonomi AS semakin besar dan menggilas negara-negara lain di berbagai belahan dunia khususnya negara-negara industri.

Sebagai upaya penyelamatan krisis keuangan yg diakibat oleh macetnya kredit perumahan (subprime mortgage), paket dana talangan (bailout) dengan polesan sweetener berhasil disetujui oleh Kongres dengan paket sebagai berikut:

Pertama, pemerintah AS diperbolehkan mengeluarkan dana sampai sebesar USD 700 miliar untuk membeli utang kredit perumahan macet (toxic debt = hutang beracun) secara bertahap. Kedua, Lembaga Penjamin Simpanan AS (FDIC) dimungkinkan untuk menaikkan limit penjaminan dari USD 100 ribu menjadi USD 250 ribu per orang. Ketiga, FDIC dipersilahkan untuk meminjam dana talangan sebesar apapun kepada Depkeu AS, jika dibutuhkan.

Paket dana talangan tersebut dinilai tidak efektif untuk mengatasi krisis keuangan di negara tersebut, karena isi paket bailout dianggap tidak manjur untuk menyembuhkan akar permasalahan krisis di AS, bahkan bergerak menuju kehancurannya. Sebaliknya, suntikan dana ke bursa justru bagaikan darah segar bagi para spekulan saham di Wall Street.

Terjungkalnya pasar saham AS membuat nilai asset bank dan lembaga keuangan lainnya berjatuhan, ribuan investor di AS stress karena uangnya raib, uang para pensiunan di AS yg diinvestasikan menguap 2 Triliun dolas, puluhan ribu karyawan tiba-tiba kehilangan pekerjaan melengkapi tingginya tingkat pengangguran di AS, sebanyak 2.5 juta warga Amerika rumahnya disita karena tidak mampu membayar cicilan. Respon nagatif oleh pasar di perparah dengan penarikan dana oleh warga AS secara besar-besaran dari perbankan yang mengakibatkan terganggunya likuiditas perbankan. Akibatnya, saluran kredit menjadi macet dan perekonomianpun mandeg. Krisis yang harus dibayar dengan sangat-sangat mahal yang tidak cukup hanya dengan sebuah upaya penyelamatan bernilai USD 700 miliar atau sekitar Rp 6.450 triliun itu.

Selanjutnya, AS memimpin kejatuhan ekonomi negara-negara lainnya. Hampir semua pasar saham di seluruh dunia rontok dan korbanpun berjatuhan, karena kejatuhan dramatis bank investasi papan atas Lehman Brothers. Kebangkrutan Lehman memicu penurunan tajam seluruh sektor keuangan. Padahal bank-bank sentral seluruh dunia (khusunya Negara industri) telah pengucurkan dana ke pasar miliaran dolar.

Bank-bank sentral, yang dipimpin oleh Federal Reserve AS telah menyuntikan puluhan miliar dolar AS ke dalam sistem keuangan untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada lembaga keuangan mereka, serta menurunkan tingkat suku bunga karena dikhawatirkan para investor akan menarik uangnya keluar dari saham dan mencari tempat yang aman. Tetapi apa yg terjadi? Krisis kepercayaan terhadap lembaga keuangan AS semakin luas dan mencekam, diikuti dengan penarikan dana besar-besaran (rush) oleh nasabah yang disimpan di lembaga keuangan AS. Inilah buah dari hasil diterapkannya sistem ekonomi pasar bebas.

Anehnya lagi salah satu persusahaan AS yang ikut bangkrut adalah American International Group (AIG), justru tidak lama setelah mendapatkan suntikan dana segar sebesar USD 86 milyar. Anehnya perusahaan ini malah mengadakan acara di resort paling eksklusif di tepi pantai St Regis di selatan Los Angeles untuk melepas para eksekutifnya dengan jamuan wine dan makan malam, perawatan spa, dan permainan golf yg menghabiskan biaya sebesar USD 440.000 (4.2 milyar rupiah). Tak pelak, aksi foya-foya tersebut membuat berang para anggota Kongres yang tergabung dalam House Oversight and Government Reform Committee (Associated Press, Rabu 8/10/2009).

Dunia tertipu, setelah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bahwa idelologi pasar bebas yang diyakini selama ini terbukti salah besar. Sistem ini sangatlah rentan terhadap gejolak dan mengadung kelemahan karena sarat dengan spekulasi. Teorinya mengatakan, bahwa pasar bebas akan membaik, jika dan hanya jika asumsi-asumsi seperti informasi yang sempurna, transparansi dan tidak ada hambatan pelaku usaha untuk masuk atau keluar ke atau dari pasar dan ini terbukti bahwa semuanya itu sama sekali tidak berlaku. Justru informasi asimetri merupakan sumber utama ketidaksempurnaan pasar. Bursa saham contohnya, penuh dengan spekulan serta investor yang berani menghadapi risiko tinggi untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Kunci utama faktor kelemahan sistem ekonomi pasar justru berada di sektor keuangan. Maka tidak heran jika krisis ekonomi berawal dari sektor ini (sektor keuangan) dan dampaknya sangat luas ke seluruh belahan dunia dalam bilangan hari, bahkan detik. Di sisi lain, dengan disetujuinya dana talangan (bailout) adalah bukti intervensi pemerintah Amerika dalam mengatasi krisis di Wall Street. Padahal, salah satu prinsip Kapitalisme adalah negara tidak boleh ikut campur dalam sistem pasar bebas yg dianut Amerika. Ini membuktikan pengingkaran mereka terhadap prinsipnya sendiri, dan sekaligus bahayanya sistem ekonomi pasar.
Oleh Tun Kelana Jaya, (Pakar Politik Ekonomi - Lajnah Siyasiyah DPP HTI)

Kapitalisme Di Ujung Tanduk, Khilafah Di depan Mata

Berbagai langkah juga telah dilakukan secara global.. Empat negara besar Eropa, Perancis, Jerman, Inggris dan Italia segera mengadakan pertemuan, dan mengundang pertemuan lebih luas untuk mengkaji sistem moneter.. Begitu juga menteri-menteri keuangan dan para pimpinan bank sentral yang tergabung dalam G-7 atau G-8 ditambah Rusia mengadakan pertemuan dalam waktu dekat di Washington..

Namun, apakah upaya-upaya ini akan bisa menyelamatkan ekonomi Kapitalis, sebagaimana istilah yang digunakan oleh Amerika untuk menyebut langkahnya itu dengan istilah “Rancangan Penyelamatan.”?
Sebenarnya, siapa saja yang meneliti realitas sistem ekonomi Kapitalis saat ini, akan melihatnya tengah berada di tepi jurang yang dalam, jika belum terperosok di dalamnya. Semua rencana penyelamatan yang mereka buat tidak akan pernah bisa memperbaiki keadaannya, kecuali hanya menjadi obat bius yang meringankan rasa sakit untuk sementara waktu. Itu karena sebab-sebab kehancurannya membutuhkan penyelesaian hingga ke akarnya, bukan hanya menambal dahan-dahannya.

Prinsip dan akar masalahnya sebenarnya ada empat:
Pertama, dengan menyingkirkan emas sebagai cadangan mata uang, dan dimasukkannya dolar sebagai pendamping mata uang dalam Perjanjian Bretton woods, setelah berakhirnya Perang Dunia II, kemudian sebagai substitusi mata uang pada awal dekade tujuhpuluhan, telah menyebabkan dolar mendominasi perekonomian global. Akibatnya, goncangan ekonomi sekecil apapun yang terjadi di Amerika pasti akan menjadi pukulan yang telak bagi perekonomian negara-negara lain. Sebab, sebagian besar cadangan devisanya, jika tidak keseluruhannya, dicover dengan dolar yang nilai intrinsiknya tidak sebanding dengan kertas dan tulisan yang tertera di dalamnya. Setelah euro memasuki arena pertarungan, baru negara-negara tersebut menyimpan cadangan devisanya dengan mata uang non-dolar, meski dolar tetap saja memiliki prosentase terbesar dalam cadangan devisa negara-negara tersebut secara umum.

Karena itu, selama emas tidak menjadi cadangan mata uang, maka krisis ekonomi seperti ini akan terus terulang. Sekecil apapun krisis yang menimpa dolar, maka krisis tersebut akan dengan segera menjalar ke perekonomian negara-negara lain. Bahkan dampak krisis politik yang dirancang Amerika juga akan berakibat terhadap dolar, dengan begitu juga berdampak pada dunia. Kondisi seperti akan bisa saja menimpa uang kertas negara manapun yang mempunyai kontrol terhadap negara lain.

Kedua, hutang-hutang riba juga menciptakan masalah perekomian yang besar, hingga kadar hutang pokoknya menggelembung seiring dengan waktu, sesuai dengan prosentase riba yang diberlakukan kepadanya. Akibatnya, ketidakmampuan individu dan negara dalam banyak kondisi menjadi perkara yang nyata. Sesuatu yang menyebabkan terjadinya krisis pengembalian pinjaman, dan lambannya roda perekonomian, karena ketidakmampuan sebagian besar kelas menengah dan atas untuk mengembalikan pinjaman dan melanjutkan produksi.

Ketiga, sistem yang digunakan di bursa dan pasar modal, yaitu jual-beli saham, obligasi dan komoditi tanpa adanya syarat serah-terima komoditi yang bersangkutan, bahkan bisa diperjualbelikan berkali-kali, tanpa harus mengalihkan komoditi tersebut dari tangan pemiliknya yang asli, adalah sistem yang batil dan menimbulkan masalah, bukan sistem yang bisa menyelesaikan masalah, dimana naik dan turunnya transaksi terjadi tanpa proses serah terima, bahkan tanpa adanya komiditi yang bersangkutan.. Semuanya itu memicu terjadinya spekulasi dan goncangan di pasar. Begitulah, berbagai kerugian dan keuntungan terus terjadi melalui berbagai cara penipuan dan manipulasi. Semuanya terus berjalan dan berjalan, sampai terkuak dan menjadi malapetaka ekonomi.

Keempat, perkara penting, yaitu ketidaktahuan akan fakta kepemilikan. Kepemilikan tersebut, di mata para pemikir Timur dan Barat, adalah kepemilikan umum yang dikuasai oleh negara, sebagaimana teori Sosialisme-Komunisme, dan kepemilikan pribadi yang dikuasai oleh kelompok tertentu. Negara pun tidak akan mengintervensinya sesuai dengan teori Kapitalisme Liberal yang bertumpu pada pasar bebas, privatisasi, ditambah dengan globalisasi.

Ketidaktahuan akan fakta kepemilikan ini memang telah dan akan menyebabkan goncangan dan masalah ekonomi. Itu karena kepemilikan tersebut bukanlah sesuatu yang dikuasai oleh negara atau kelompok tertentu, melainkan ada tiga macam:

Kepemilikan umum meliputi semua sumber, baik yang keras, cair maupun gas, seperti minyak, besi, tembaga, emas dan gas. Termasuk semua yang tersimpan di perut bumi, dan semua bentuk energi, juga industri berat yang menjadikan energi sebagai komponen utamanya.. Maka, negara harus mengekplorasi dan mendistribusikannya kepada rakyat, baik dalam bentuk barang maupun jasa.

Kepemilikan negara adalah semua kekayaan yang diambil negara, seperti pajak dengan segala bentuknya, serta perdagangan, industri dan pertanian yang diupayakan oleh negara, di luar kepemilikan umum. Semuanya ini dibiayai oleh negara sesuai dengan kepentingan negara.

Kemudian kepemilikan pribadi, yang merupakan bentuk lain. Kepemilikan ini bisa dikelola oleh individu sesuai dengan hukum syara’.

Menjadikan kepemilikan-kepemilikan ini sebagai satu bentuk kepemilikan yang dikuasai oleh negara, atau kelompok tertentu, sudah pasti akan menyebabkan krisis, bahkan kegagalan. Begitulah, akhirnya teori Sosialisme gagal dalam bidang ekonomi, karena telah menjadikan semua kepemilikan dikuasai oleh negara. Sosialisme memang berhasil dalam perkara yang memang dikuasai oleh negara, seperti industri berat, minyak dan sejenisnya. Namun, gagal dalam perkara yang memang seharusnya dikuasai oleh individu, seperti umumnya pertanian, perdagangan dan industri menengah.. Kondisi inilah yang mengantarkan pada kehancuran.. Kapitalisme juga gagal, dan setelah sekian waktu, kini sampai pada kehancuran. Itu karena Kapitalisme telah menjadikan individu, perusahaan dan institusi berhak memiliki apa yang menjadi milik umum, seperti minyak, gas, semua bentuk energi dan industri senjata berat sampai radar. Sementara negara tetap berada di luar pasar dari semua kepemilikan tersebut. Itu merupakan konsekuensi dari ekonomi pasar bebas, privatisasi dan globalisasi.. Hasilnya adalah goncangan secara beruntun dan kehancuran dengan cepat, dimulai dari pasar modal menjalar ke sektor lain, dan dari institusi keuangan menjalar ke yang lain..

Begitulah, Sosialisme-Komunisme telah runtuh, dan kini Kapitalisme sedang atau nyaris runtuh..

Sesungguhnya sistem ekonomi Islamlah satu-satunya solusi yang ampuh dan steril dari semua krisis ekonomi. Karena sistem ekonomi Islam benar-benar telah mencegah semua faktor yang menyebabkan krisis ekonomi:

Ia telah menetapkan, bahwa emas dan perak merupakan mata uang, bukan yang lain. Mengeluarkan kertas substitusi harus dicover dengan emas dan perak, dengan nilai yang sama dan dapat ditukar, saat ada permintaan. Dengan begitu, uang kertas negara manapun tidak akan bisa didominasi oleh uang negara lain. Sebaliknya, uang tersebut mempunyai nilai intrinsik yang tetap, dan tidak berubah.

Sistem ekonomi Islam juga melarang riba, baik nasiah maupun fadhal, juga menetapkan pinjaman untuk membantu orang-orang yang membutuhkan tanpa tambahan (bunga) dari uang pokoknya. Di Baitul Mal kaum Muslim juga terdapat bagian khusus untuk pinjaman bagi mereka yang membutuhkan, termasuk para petani, sebagai bentuk bantuan untuk mereka, tanpa ada unsur riba sedikitpun di dalamnya.

Sistem ekonomi Islam melarang penjualan komoditi sebelum dikuasai oleh penjualnya, sehingga haram hukumnya menjual barang yang tidak menjadi milik seseorang. Haram memindahtangankan kertas berharga, obligasi dan saham yang dihasilkan dari akad-akad yang batil. Islam juga mengharamkan semua sarana penipuan dan manipulasi yang dibolehkan oleh Kapitalisme, dengan klaim kebebasan kepemilikan.

Sistem ekonomi Islam juga melarang individu, institusi dan perusahaan memiliki apa yang menjadi kepemilikan umum, seperti minyak, tambang, energi dan listrik yang digunakan sebagai bahan bakar… Islam menjadikan negara sebagai penguasanya sesuai dengan ketentuan hukum syara’.

Begitulah, sistem ekonomi Islam benar-benar telah menyelesaikan semua kegoncangan dan krisis ekonomi yang mengakibatkan derita manusia. Ia merupakan sistem yang difardhukan oleh Tuhan semesta alam, yang Maha Tahu apa yang baik untuk seluruh makhluk-Nya. Allah berfirman:

“Apakah Allah Yang Maha menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (Q.s. al-Mulk [67]: 14)

Wahai kaum Muslim:

Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan kedudukan kepada Anda dengan kedudukan yang agung, melalui agama Islam yang agung ini. Agama yang diwahyukan oleh Allah kepada Rasul-Nya saw. Dia telah menjadikannya sebagai peringatan kepada Anda. Dengannya, Anda dahulu pernah menjadi umat terbaik yang dihadirkan untuk seluruh umat manusia. Demikian halnya dengan penerapan Islam telah menjadikan Anda bahagia. Bukan hanya bagi Anda saja, tetapi juga kebahagiaan bagi seluruh umat manusia, setelah mereka mengalami nestapa dan terus dirundung nestapa, karena dililit sistem syaitan buatan manusia, yang mencekik leher mereka.

Hanya saja, penerapan Islam yang agung ini tidak cukup hanya dengan mengumpulkannya di dalam kandungan buku, melainkan dengan mendirikan negara yang mengemban dan menerapkannya, yaitu negara Khilafah Rasyidah yang akan menghidupkan Anda dalam kehidupan yang indah, aman dan menenteramkan.

Namun, Allah tidak pernah menurunkan malaikat yang akan mendirikan negara untuk Anda, sementara Anda hanya berdiam diri. Justru mendirikannya merupakan kewajiban agung bagi Anda, di mana Rasulullah saw. telah mendirikan negara di Madinah, dan langkah baginda pun kemudian diikuti oleh para sahabat baginda —semoga Allah meridhai mereka, dan para tabiin, dengan sempurna.

Singsingkanlah lengan baju Anda, wahai kaum Muslim, dan mari kita singsingkan celana. Berjuanglah bersama Hizbut Tahrir, bantu dan dukunglah Hizb. Mintalah anugerah kepada Allah agar Anda bersama-sama dengan Hizb termasuk orang-orang yang diberikan kemuliaan oleh Allah, dimana melalui tangan-tangan merekalah Allah SWT. akan mewujudkan janji-Nya untuk memberikan kekuasaan di muka bumi, dan terwujudlah kabar gembira (busyra) Rasulullah saw. akan kembalinya Khilafah yang mengikuti metode kenabian untuk kedua kalinya. Andalah, wahai kaum Muslim, yang akan menjadi mercusuar dunia, pengemban obor kebaikan di dalamnya, dan paling berhak dan layak untuk memimpinnya.

Allah berfirman:
“Allah maha kuasa atas segala urusan-Nya, namun kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (Q.s. Yusuf [12]: 21)