Kamis, 28 Mei 2009

Dan Konstituen pun Minta Disuap

Beberapa waktu lalu saya mendapat cerita unik dari dua anggota legislatif DPRD Jatim. Cerita ini dari pengalaman kampanye dari satu tempat ke tempat lainnya. Ceritanya hampir sama tentang money politics.

Sebuah kelaziman, setiap datang masa kampanye inilah saatnya rakyat berpesta. Namanya juga pesta demokrasi. Uang bertabur dimana-mana. "Konstituen sekarang tidak mau kalau kita (anggota dewan) hanya membantu membangunkan fasilitas umum," begitu keluh kesah satu diantara anggota DPRD Jatim. Ia mengatakan, sudah memuluskan jalan di suatu wilayah. Memperbaiki jalan, mengaspal sampai mulus, dan memperbaiki fasum-fasum lainnya.

Fasilitas umum sudah diperbaiki, tapi tidak membuat rakyat puas. "Kalau pembangunan jalan kan memang sudah kewajiban pemerintah, Pak. Nggak ada hubungangannya dengan memilih anda nanti di pemilu," kata salah satu pengurus kampung.

Lha terus apa lagi?

"Kalau mau kami memilih Bapak, ya bayar dong per kepala!"

Waks,....

Harga per kepala (1 suara) sekitar Rp 20.000,-. Mana janjinya pakai ucapan "Demi Allah, saya memilih caleg..."

Pragmatisme, akhirnya jadi jalan keluar untuk rakyat yang sangat haus kesejahteraan. Pembelaan elit politik pada kesejahteraan rakyat sangat minim. Wajar, ini kan negara demokrasi yang tidak menempatkan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan utama pemerintahan. Anehnya, sistem seperti ini masih banyak pengikutnya.

Agar tidak pragmatis, seharusnya konstituen membuat pilihan yang tepat. Bukan sekedar memilih partai, caleg atau capres tapi memilih sistem yang baik yang memang mebenar secara hakiki. Sistem Islam pastinya. Dimana baiknya? Karena dijamin Allah SWT. Allah pun memastikan, jika sistem Islam diterapkan secara menyeluruh, maka kesejahteraan itu menjadi keniscayaan.

Ini masalah keyakinan. Indonesia banyak penduduk muslimnya. Tapi enggan menjadi muslim kaffah. Enggan menegakkan syariah dan khilafah. Lagi-lagi, ini soal yakin dan tidak yakin. Khilafah akan hadir di tengah-tengah umat. Segera!