Selasa, 14 Oktober 2008

Wall Street Meleleh Keuangan Amerika Sekarat Dunia Tertipu


Salah satu tumbal dari sistem ekonomi pasar bebas diputaran kedua krisis keuangan AS adalah Raksasa investasi Amerika Serikat Lehman Brothers setelah mengumumkan kebangkrutannya dengan kerugian sekitar US$ 3,9 miliar dalam laporan fiskal kuartal ketiganya. Hal tsb terjadi di saat Federal Reserve dan bank global utama melakukan langkah untuk menopang pasar keuangan yang digoncang krisis perumahan dan hipotek (sub-prime mortgage). Lehman Brothers menyatakan pailit guna melindungi aset dan memaksimalkan nilai perusahaan di bursa-bursa Asia termasuk Indonesia. Kemudian diikuti Timur Tengah, Rusia, dan Eropa sebelum mengguncang pasar-pasar Amerika Utara dan Selatan.

Kebangkrutan Lehman Brothers menimbulkan gelombang besar melalui pasar-pasar keuangan dunia karena ia merupakan korban terbesar krisis kredit yang dimulai pada Agustus 2007 yang telah diprediksi oleh ekonom Global Insight, Howard Archer.

Pemilik surat utang Subprime Mortgage bukan hanya perbankan di Amerika Serikat, tapi juga perbankan di Australia, Cina, India, Taiwan, dan negara-negara lainnya. Dampaknya, harga saham perbankan di seluruh dunia jatuh. Hal ini pun menyulut kekhawatiran para pelaku pasar (spekulan), karena bermasalahnya bank akan berdampak pada melemahnya kegiatan perekonomian.

Pada waktu yang sama, dolar turun tajam terhadap euro berada pada 1,4168 dolar AS. Sementara itu, harga minyak merosot ke posisi terendah dalam tujuh bulan terakhir hingga di bawah 93 dolar AS dikarenakan kekhawatiran krisis akan memperlambat pertumbuhan dan menahan permintaan energi. Selain itu, segalanya terdorong ke samping karena pasar saham berupaya memperhitungkan apakah yang akan diperbuat pasar saham dan ekonomi menyusul penjualan Merrill Lynch dan kebangkrutan Lehman.

Efek domino yang di hkawatirkan oleh para ekonom itupun akhirnya terjadi juga. Krisis keuangan AS telah memasuki lingkaran setan yang berpotensi menjadi Great Depression jilid II. Bola salju krisis keuangan ekonomi AS semakin besar dan menggilas negara-negara lain di berbagai belahan dunia khususnya negara-negara industri.

Sebagai upaya penyelamatan krisis keuangan yg diakibat oleh macetnya kredit perumahan (subprime mortgage), paket dana talangan (bailout) dengan polesan sweetener berhasil disetujui oleh Kongres dengan paket sebagai berikut:

Pertama, pemerintah AS diperbolehkan mengeluarkan dana sampai sebesar USD 700 miliar untuk membeli utang kredit perumahan macet (toxic debt = hutang beracun) secara bertahap. Kedua, Lembaga Penjamin Simpanan AS (FDIC) dimungkinkan untuk menaikkan limit penjaminan dari USD 100 ribu menjadi USD 250 ribu per orang. Ketiga, FDIC dipersilahkan untuk meminjam dana talangan sebesar apapun kepada Depkeu AS, jika dibutuhkan.

Paket dana talangan tersebut dinilai tidak efektif untuk mengatasi krisis keuangan di negara tersebut, karena isi paket bailout dianggap tidak manjur untuk menyembuhkan akar permasalahan krisis di AS, bahkan bergerak menuju kehancurannya. Sebaliknya, suntikan dana ke bursa justru bagaikan darah segar bagi para spekulan saham di Wall Street.

Terjungkalnya pasar saham AS membuat nilai asset bank dan lembaga keuangan lainnya berjatuhan, ribuan investor di AS stress karena uangnya raib, uang para pensiunan di AS yg diinvestasikan menguap 2 Triliun dolas, puluhan ribu karyawan tiba-tiba kehilangan pekerjaan melengkapi tingginya tingkat pengangguran di AS, sebanyak 2.5 juta warga Amerika rumahnya disita karena tidak mampu membayar cicilan. Respon nagatif oleh pasar di perparah dengan penarikan dana oleh warga AS secara besar-besaran dari perbankan yang mengakibatkan terganggunya likuiditas perbankan. Akibatnya, saluran kredit menjadi macet dan perekonomianpun mandeg. Krisis yang harus dibayar dengan sangat-sangat mahal yang tidak cukup hanya dengan sebuah upaya penyelamatan bernilai USD 700 miliar atau sekitar Rp 6.450 triliun itu.

Selanjutnya, AS memimpin kejatuhan ekonomi negara-negara lainnya. Hampir semua pasar saham di seluruh dunia rontok dan korbanpun berjatuhan, karena kejatuhan dramatis bank investasi papan atas Lehman Brothers. Kebangkrutan Lehman memicu penurunan tajam seluruh sektor keuangan. Padahal bank-bank sentral seluruh dunia (khusunya Negara industri) telah pengucurkan dana ke pasar miliaran dolar.

Bank-bank sentral, yang dipimpin oleh Federal Reserve AS telah menyuntikan puluhan miliar dolar AS ke dalam sistem keuangan untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada lembaga keuangan mereka, serta menurunkan tingkat suku bunga karena dikhawatirkan para investor akan menarik uangnya keluar dari saham dan mencari tempat yang aman. Tetapi apa yg terjadi? Krisis kepercayaan terhadap lembaga keuangan AS semakin luas dan mencekam, diikuti dengan penarikan dana besar-besaran (rush) oleh nasabah yang disimpan di lembaga keuangan AS. Inilah buah dari hasil diterapkannya sistem ekonomi pasar bebas.

Anehnya lagi salah satu persusahaan AS yang ikut bangkrut adalah American International Group (AIG), justru tidak lama setelah mendapatkan suntikan dana segar sebesar USD 86 milyar. Anehnya perusahaan ini malah mengadakan acara di resort paling eksklusif di tepi pantai St Regis di selatan Los Angeles untuk melepas para eksekutifnya dengan jamuan wine dan makan malam, perawatan spa, dan permainan golf yg menghabiskan biaya sebesar USD 440.000 (4.2 milyar rupiah). Tak pelak, aksi foya-foya tersebut membuat berang para anggota Kongres yang tergabung dalam House Oversight and Government Reform Committee (Associated Press, Rabu 8/10/2009).

Dunia tertipu, setelah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bahwa idelologi pasar bebas yang diyakini selama ini terbukti salah besar. Sistem ini sangatlah rentan terhadap gejolak dan mengadung kelemahan karena sarat dengan spekulasi. Teorinya mengatakan, bahwa pasar bebas akan membaik, jika dan hanya jika asumsi-asumsi seperti informasi yang sempurna, transparansi dan tidak ada hambatan pelaku usaha untuk masuk atau keluar ke atau dari pasar dan ini terbukti bahwa semuanya itu sama sekali tidak berlaku. Justru informasi asimetri merupakan sumber utama ketidaksempurnaan pasar. Bursa saham contohnya, penuh dengan spekulan serta investor yang berani menghadapi risiko tinggi untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Kunci utama faktor kelemahan sistem ekonomi pasar justru berada di sektor keuangan. Maka tidak heran jika krisis ekonomi berawal dari sektor ini (sektor keuangan) dan dampaknya sangat luas ke seluruh belahan dunia dalam bilangan hari, bahkan detik. Di sisi lain, dengan disetujuinya dana talangan (bailout) adalah bukti intervensi pemerintah Amerika dalam mengatasi krisis di Wall Street. Padahal, salah satu prinsip Kapitalisme adalah negara tidak boleh ikut campur dalam sistem pasar bebas yg dianut Amerika. Ini membuktikan pengingkaran mereka terhadap prinsipnya sendiri, dan sekaligus bahayanya sistem ekonomi pasar.
Oleh Tun Kelana Jaya, (Pakar Politik Ekonomi - Lajnah Siyasiyah DPP HTI)

Tidak ada komentar: